Wikipedia

Hasil penelusuran

Rabu, 27 Agustus 2014

PENGEMBANGAN INDUSTRI FESYEN SEBAGAI INDUSTRI KREATIF UNGGULAN UNTUK MENDORONG PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA



PENGEMBANGAN INDUSTRI FESYEN
 SEBAGAI INDUSTRI KREATIF UNGGULAN
 UNTUK MENDORONG PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA

Riana Isti Muslikhah
S991302015
Magister Pendidikan Ekonomi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta

ABSTRAK
Tujuan penulisan ini adalah untuk (1) mengetahui perkembangan industri fesyen di Indonesia, (2)  mengetahui peranan industri fesyen dalam pembangunan ekonomi Indonesia. (3)  mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi industri fesyen di Indonesia. (4) mengetahui strategi yang harus dilakukan untuk mengembangkan industri fesyen di Indonesia.
Hasil penulisan artikel ini menunjukkan (1) Tahun 1950, ialah awal dekade fashion Indonesia dengan kemunculan seorang desainer bernama Peter Sie. Perkembangan industri fesyen sekarang ini semakin pesat. Pemerintah memiliki target pada 2020, Indonesia bisa menguasai fesyen muslim dunia dan di 2025 Indonesia menjadi salah satu pusat mode dunia dengan menggerakkan keuatan lokal. (2) industri fesyen menjadi industri potensial dan unggulan bagi penyumbang PDB Indonesia dan sebagai penyedia lapangan kerja yang potensial sebagai solusi mengatasi jumlah pengangguran di Indonesia.  (3) Indonesia mengalami perkembangan industri fesyen  yang cukup pesat, namun bukan berarti dalam perkembangannya industri ini tidak mengalami hambatan. Hambatan industri fesyen berasal dari pilar sumber daya manusia, teknologi, institusi, lembaga keuangan, dan sumber daya. (4) Untuk lebih mengembangkan industri fesyen sebagai industri kreatif unggulan, industri ini harus mendapat penanganan, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk pengembangan industri fesyen di Indonesia, yaitu: Penggunaan Media Informasi sebagai Sarana Promosi, Strategi pengembangan Merek, Mengembangkan potensi desainer lokal, Meningkatkan intensitas pelaksanaan event-event yang berkaitan dengan indutri fesyen, Model Pengembangan Industri Fesyen dengan memfokuskan pada komponen pendidikan dan pendampingan usaha, Perlu mengintegrasikan program-program pengembangan industri kretif antara kementerian dan lembaga serta dengan program pemerintah daerah sesuai dengan keragaman potensi daerah sesuai dengan keragaman potensi sumber daya dan kondisi masyarakat setempat, Optimalisasi peran triple helix plus, Strategi Pendekatan Kluster.

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pada tahun 1990-an, dimulailah era baru ekonomi dunia yang mengintensifkan informasi dan kreativitas, era tersebut populer dengan sebutan ekonomi kreatif atau industri kreatif. Perkembangan industri kreatif menjadi penting karena merupakan wujud dari upaya mencari pembangunan yang berkelanjutan melalui kreativitas, yang mana pembangunan berkelanjutan adalah suatu iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan.
Di Indonesia industri kreatif mulai banyak dilirik oleh banyak kalangan karena sangat menjanjikan untuk jangka waktu yang panjang. Meningkatnya kreativitas dan inovasi baru yang dikembangkan masyarakat Indonesia, ternyata mendorong kemunculan industri kreatif di berbagai penjuru nusantara, bahkan secara sengaja Pemerintah Indonesia mulai mensosialisasikan ekonomi kreatif guna mengurangi angka pengangguran yang cukup besar di negara kita.
Industri kreatif dapat didefinisikan sebagai industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut (Sumotarto, 2010). Menurut Simatupang (2007) pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Perdagangan RI telah menetapkan 14 sektor industri kreatif, yakni 1) Periklanan, 2) Arsitektur, 3) Pasar Barang Seni, 4) Kerajinan, 5) Desain, 6) Fesyen, 7) Video, Film, dan Fotografi, 8) Permainan Interaktif, 9) Musik, 10) Seni Pertunjukan, 11) Penerbitan dan Percetakan, 12) Layanan Komputer dan Piranti Lunak, 13) Televisi dan Radio, serta 14) Riset dan Pengembangan.
Industri Fesyen merupakan salah satu industri kreatif yang potensial di Indonesia. produk fashion merupakan penyumbang terbesar ekspor industri kreatif, dengan total kontribusi mencapai 61,13 persen dari total ekspor produk kreatif. Hal ini setara dengan 5,96 persen dari nilai ekspor nasional dengan rata-rata mencapai Rp 53,94 triliun.  Selain meningkatkan pendapatan negara, industri ini juga memiliki nilai positif karena dapat menyerap tenaga kerja dan penyediaan lapangan usaha nasional, industri fashion mendominasi sektor industri kreatif sebesar 54,32 persen dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 4,13 juta orang, atau 4,22 persen dari tingkat partisipasi penyerapan tenaga kerja nasional (Kompas,2013).  Mari Elka Pangestu mengatakan bahwa pada tahun 2012 industri fesyen menyumbangkan Rp164 triliun dalam pendapatan nasional, pada tahun 2013, diproyeksikan bisa tumbuh sekitar Rp20 triliun (menjadi Rp184 triliun) (Sindonews,2013).
Industri fesyen di Indonesia saat ini berkembang dengan sangat pesat. Kondisi tersebut sejalan dengan semakin berkembangnya kesadaran masyarakat akan fesyen yang sudah mengarah pada pemenuhan gaya hidup dalam berbusana, sehingga dapat dikatakan bahwa kebutuhan berbusana pada zaman sekarang tidak hanya untuk menutupi tubuh, tetapi juga sebagai sarana berkomunikasi dan menunjukkan gaya hidup dan identitas pemakaianya (Rahmawati, 2013).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) selama periode 2007-2011 menunjukkan tren positif pada ekspor fesyen Indonesia yang mencapai 12,4%, dengan negara tujuan ekspor utama Amerika Serikat, Singapura, Jerman, Hong Kong, dan Australia. Selama periode Januari-November 2012, data ekspor fesyen mencapai US$12,79 miliar atau meningkat 0,5% ketimbang periode sama di 2011. Pada tahun  2025 diharapkan Indonesia bisa menjadi salah satu pusat mode dunia. (Kemenperin,2013).
Besarnya kontribusi industri fesyen terhadap perekonomian Indonesia, mendorong penulis untuk menulis artikel tentang “PENGEMBANGAN INDUSTRI FESYEN  SEBAGAI INDUSTRI KREATIF UNGGULAN UNTUK MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA.”
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan di atas, dapat dituliskan rumusan permasalahan artikel ini adalah:
1.   Bagaimana perkembangan fesyen di Indonesia?
2.   Bagaimana peranan industri fesyen dalam pembangunan ekonomi Indonesia?
3.   Apa hambatan industri fesyen di Indonesia?
4.   Bagaimana strategi yang harus dilakukan untuk mengembangkan industri fesyen di Indonesia?
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat ditulikan tujuan penulisan artikel ini adalah:
1.   Untuk mengetahui perkembangan industri fesyen di Indonesia.
2.   Untuk mengetahui peranan industri fesyen dalam pembangunan ekonomi Indonesia.
3.   Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi industri fesyen di Indonesia.
4.   Untuk mengetahui strategi yang harus dilakukan untuk mengembangkan industri fesyen di Indonesia.

KAJIAN TEORI
Pengertian Industri Kreatif
Istilah industri kreatif merupakan istilah lain dari industri budaya. Istilah ini pertama kali digunakan pada awal tahun 1990-an di Australia, tetapi kembangkan dengan pesat oleh pemerintah Inggris pada akhir tahun 1990-an. Pemerintah Inggris secara khusus membentuk Unit dan Penanggung jawab Industri Kreatif di bawah Departemen Budaya, Media, dan Olah Raga (Primorac, 2006).
Banyak definisi dari industri kreatif, salah satu definisi yang banyak dikutip adalah industri yang mempunyai keaslian dalam kreatifitas individual, ketrampilan dan bakat yang mempunyai potensi untuk mendatangkan pendapatan dan penciptaan lapangan kerja melalui eksploitasi kekayaan intelektual. Sedangkan menurut United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), industri kreatif adalah (UNCTAD, 2008):
·     Siklus kreasi, produksi, dan distribusi dari barang dan jasa yang menggunakan modal kreatifitas dan intelektual sebagai input utamanya;
·     Bagian dari serangkaian aktivitas berbasis pengetahuan, berfokus pada seni, yang berpotensi mendatangkan pendapatan dari perdagangan dan hak atas kekayaan intelektual;
·     Terdiri dari produk-produk yang dapat disentuh dan intelektual yang tidak dapat disentuh atau jasa-jasa artistic dengan muatan kreatif, nilai ekonomis, dan tujuan pasar;
·     Bersifat lintas sektor antara seni, jasa, dan industri; dan
·     Bagian dari suatu sektor dinamis baru dalam dunia perdagangan.
(Jerusalem,2009)
Klasifikasi industri kreatif yang ditetapkan oleh tiap negara berbeda-beda. Tidak ada benar dan salah dalam pengklasifikasian industri kreatif ini. Hal tersebut tergantung dari tujuan analitik, dan potensi suatu negara. Kementrian Perdagangan Republik Indonesia mengelompokan industri kreatif menjadi 14 kelompok bidang industri diantaranya: (1) periklanan, (2) arsitektur, (3) pasar seni dan barang antik, (4) kerajinan, (5) desain, (6) fesyen, (7) vidio, film dan fotografi, (8) permainan interaktif, (9) musik, (10) seni pertunjukan, (11) penerbitan dan percetakan, (12) layanan komputer dan piranti lunak (13) televisi dan radio, (14) riset dan pengembangan (Mauled: 2010).
Pengertian Industri  Fesyen
Fesyen adalah kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultansi lini produk fesyen, serta distribusi produk fesyen.
Lapangan usaha yang merupakan bagian dari fesyen yaitu:
  1. Industri Pakaian Jadi Rajutan yang mencakup usaha pembuatan pakaian jadi, juga termasuk topi yang dibuat dengan cara dirajut atau renda;
  2. Industri Rajutan Kaos Kaki yang mencakup usaha pembuatan kaus kaki yang dibuat dengan cara rajut atau renda;
  3. Industri Barang Jadi Rajutan Lainnya yang mencakup pembuatan barang jadi rajutan, seperti kaus lampu, deker, bando;
  4. Industri Pakaian Jadi dari Tekstil dan Perlengkapannya yang mencakup usaha pembuatan pakaian jadi tekstil dan perlengkapannya dari kain dengan cara memotong dan menjahit sehingga siap dipakai, seperti kemeja, kebaya, celana, blus, rok, baju bayi, pakaian tari dan pakaian olah raga, topi, dasi, sarung tangan, mukena, selendang, kerudung, ikat pinggang, dan sapu tangan, baik dari kain tenun maupun kain rajut yang dijahit;
  5. Industri Pakaian Jadi (konveksi) dan Perlengkapan dari Kulit yang mencakup usaha pembuatan pakaian jadi dari kulit atau kulit imitasi dan perlengkapannya, dengan cara memotong dan menjahit sehingga siap pakai seperti jaket, mantel, rompi, celana dan rok, topi, sarung tangan, ikat pinggang;
  6. Industri Pakaian Jadi/Barang Jadi dari Kulit Berbulu dan atau Aksesoris yang mencakup usaha pembuatan pakaian jadi/barang jadi dari kulit berbulu dan atau perlengkapannya, seperti mantel berbulu;
  7. Industri Alas Kaki untuk Keperluan Sehari-hari yang mencakup usaha pembuatan alas kaki, keperluan sehari-hari dari kulit dan kulit buatan, karet, kanfas dan kayu, seperti sepatu harian, sapatu santai, sepatu sandal, sandal kelom, dan selop. termasuk juga usaha pembuatan bagian-bagian dari alas kaki tersebut, seperti atasan sol dalam, sol luar, penguat depan, tengah, belakang, lapisan dan aksesoris;
  8. Industri Sepatu Olah Raga yang mencakup usaha pembuatan sepatu untuk olah raga dari kulit dan kulit buatan, karet dan kanvas; seperti sepatu sepak bola, atletik, senam, joging, balet;
  9. Industri Sepatu Teknik Lapangan/Keperluan Industri yang mencakup pembuatan sepatu termasuk pembuatan bagian-bagian dari sepatu untuk keperluan teknik lapangan/industri dari kulit, kulit buatan, karet, dan plastik seperti sepatu tahan kimia, tahan panas, sepatu pengaman;
  10. Industri Alas Kaki Lainnya yang mencakup usaha pembuatan alas kaki dari kulit, kulit buatan, karet, kanvas dan plastik yang belum termasuk golongan manapun, seperti sepatu kesehatan, dan sepatu lainnya seperti sepatu dari gedebog, dan eceng gondok;
  11. Perdagangan Besar Tekstil, Pakaian Jadi, dan Kulit yang mencakup usaha perdagangan besar hasil industri tekstil dan pakaian jadi ke luar negeri, seperti: macam-macam tekstil, pakaian jadi, kain batik, tali-temali, karpet/permadani dari bahan tekstil, karung, macam-macam hasil rajutan, dan barang jadi lainnya dari tekstil selain pakaian jadi.
  12. Perdagangan Besar Berbagai Barang-Barang dan Perlengkapan Rumah Tangga Lainnya. Kelompok ini mencakup usaha perdagangan besar berbagai barang-barang dan perlengkapan rumah tangga lainnya yang terkait dengan fesyen seperti: pakaian jadi dari kulit, alas kaki dari kulit.
  13. Perdagangan Eceran Tekstil yang mencakup usaha perdagangan eceran khusus macam-macam kain batik terbuat dari serat alam, sintetis, maupun campuran, seperti kain tenun dan kain batik;
  14. Perdagangan Eceran Pakaian Jadi yang mencakup usaha perdagangan eceran khusus macam-macam pakaian jadi, baik terbuat dari tekstil, kulit, maupun kulit batan, seperti kemeja, celana, jas, mantel, jaket piama, kebaya, dan lain-lain;
  15. Perdagangan Eceran Sepatu, Sandal, dan Alas Kaki lainnya yang mencakup usaha perdagangan eceran khusus macam-macam sepatu, sandal, selop, dan alas kaki lainnya baik terbuat dari kulir, kulit buatan, plastik, karet, kain ataupun kayu, seperti: sepatu laki-laki dewasa, sepatu anak, sepatu olehraga, sepatu sandal, sandal, selop, dan sepatu kesehatan.
  16. Perdagangan Eceran Tekstil, Pakaian Jadi, Alas Kaki, dan Barang Keperluan Pribadi Lain yang mencakup usaha perdagangan eceran khusus tekstil pakaian jadi, alas kaki dan barang keperluan pribadi lainnya yang belum tercakup dalam kelompok 52321 s/d 52328 seperti taplak meja, separai, kelambu, kain kasur, kain bantal, gorden, kain pel, keset, dan lain-lain.
  17. Perdagangan Ekspor Tekstil, Pakaian Jadi dan Kulit yang mencakup usaha mengekspor hasil industri tekstil dan pakaian jadi, seperti: macam-macam tekstil, pakaian jadi, kain batik, tali-temali, karpet/permadani dari bahan tekstil, karung, macam-macam hasil perajutan, dan barang jadi lainnya dari tekstil selain pakaian jadi.
  18. Perdagangan Ekspor berbagai barang-barang dan perlengkapan rumah tangga lainnya yang mencakup usaha mengekspor berbagai barang-barang dan perlengkapan rumah tangga lainnya yang terkait dengan fesyen seperti: pakaian jadi dari kulit, alas kaki dari kulit.
  19. Jasa Perorangan yang Tidak Diklasifikasikan di Tempat Lainnya, khususnya untuk jasa desainer fesyen dan model fashion. (http://arifh.blogdetik.com/ekonomi-kreatif/)


METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dimana studi penelitian didasarkan pada literature study. Ada 4 hal yang menjadi fokus bahasan adalah perkembangan industri fesyen di Indonesia, peranan industri fesyen dalam perekonomian Indonesia, hambatan industri fesyen Indonesia dan strategi pengembangan industri fesyen di Indonesia. Literatur dalam penulisan artikel ini berasal dari jurnal, Buku Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia, buku teks yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, dan media massa.

PEMBAHASAN
Perkembangan Industri Fesyen di Indonesia
Tahun 1950, ialah awal dekade fashion Indonesia dengan kemunculan seorang desainer bernama Peter Sie. Di tahun-tahun pertama Peter Sie menancapkan fashion nasional ia mengaku bahwa profesi desainer belum diterima masyarakat termasuk keluarganya. Hasilnya, ia sempat dikucilkan keluarga. Ia juga tak menganggap dirinya lebih sukses secara finansial dibanding desainer-desainer masa kini. Dalam buku Inspirasi Mode Indonesia terbitan Yayasan Buku bangsa dan Gramedia, ia mengungkapkan dirinya lebih senang disebut pelopor dunia mode. Dan kini ia disebut-sebut sebagai pelopor profesi perancang busana di Indonesia.
Awalnya Peter berkonsentrasi membuat busana pria. Busana bergaris A line ala New Look dari Dior lah yang mempengaruhinya untuk beralih ke busana wanita. Pria yang belajar di Vakschool voor Kleermakers-Encoupeurs Den Haag Belanda selama 6 tahun sejak 1947 ini tidak menyerap semua tren busana yang datang dari Eropa. Saat trend gaya ‘mod’ yang dipelopori oleh Mary Quant dan Ossie Clark mendunia, Peter merasa rok mini kurang pantas untuk kebanyakan wanita Indonesia. Begitu juga saat tren ‘hippies’ berkembang, trend tersebut tidak pernah menarik hatinya karena keadaan ekomoni Indonesia saat itu memprihatinkan.
Kehadiran desainer seperti Peter Sie, mengundang desainer lain seperti Non Kawilarang dan Elsie Sunarya. Di tahun 1960-an gaya ‘hipster’, ‘mod’, bahkan ‘agogo’ yang ramai motif dan warna hanya di konsumsi ibu-ibu kalangan atas di Jakarta saja.
Dalam dunia jurnalisme fashion, majalah Femina hadir pada tahun 1972. Menurut catatan situsnya, Femina menunjukkan perhatian besar kepada dunia fashion sejak edisi keduanya (bulan oktober) melalui sebuah reportase tren mode yang ditulis oleh Irma Hadisurya. Selain menghadirkan berita fashion dari luar negeri, Femina pun menunjukkan apresiasi terhadap fashion Indonesia. Karena itu Femina mengusulkan untuk mengadakan Lomba Perancangan Mode tiap tahun sejak 1979 dan terus berjalan sampai sekarang. Dari ajang inilah desainer-desainer baru yang kini namanya tak asing mulai muncul, seperti Samuel Wattimena, Edward Hutabarat, Chossy Latu, Itang Yunasz, Dandy Burhan, Stephanus Hamy, Widhi Budimulia, Carmanita, Naniek Rahmat, Taruna Kusmayadi, Tuty Cholid, Anne Rufaidah, Denny Wirawan, Ferry Sunarto, Sally Koeswanto, Priyo Oktaviano dan Billy Tjong.
Sementara itu, keterbatasan kesempatan bersekolah fashion atau rancang busana di tanah air tidak mematahkan semangat mereka yang ingin menjadi desainer. Harry Dharsono, Poppy Dharsono dan Iwan Tirta mengemban ilmu fashion di luar negeri. Iwan Tirta di mempunyai peran yang besar dalam menciptakan karakter mode tanah air yang unik dan kaya tanpa mengabaikan trend mode Eropa, yang mempunyai pengaruh besar pada industri mode di Indonesia. Kepada pengamat mode Muara Bagdja di buku Inspirasi Mode Indonesia, ia menekankan pentingnya memberi unsur barat (technical skill) dan timur (budaya) dalam pakaian. Pernyataan Iwan Tirta beralasan, karena melalui batik yang diolahnya menjadi lebih modern, ia diakui oleh desainer Amerika dan Eropa.
Harry Dharsono memperkenalkan High Fashion atau Couture pertama kali di Indonesia pada tahun 1974. Tak hanya itu, Harry juga berkontribusi dalam mengembangkan industri tekstil Indonesia yang tadinya hanya memproduksi polyester sampai akhirnya rumah mode bergengsi seperti Carven, Louis Ferraund, Azzaro de ville dan Lanvin membeli desain tekstil darinya. Harry Dharsono juga mendirikan Batik Keris sebagai rasa cintanya pada Indonesia.
Tahun 1990-an ditandai dengan isu globalisasi dan internet. Artinya kemudahan masyrakat untuk mengakses informasi fashion dari luar negeri menyebabkan kegandrungan budaya barat yang glamour. Glamouritas ini terasa pada karya desainer-desainer seperti Sebastian Gunawan, Biyan, Arantxa Adi, Adjie Notonegoro, dan Eddy Betty yang memiliki karakter kemewahan dengan payet, manik dan Kristal pada koleksinya. Munculnya sekolah fashion franchise seperti Esmod dan Lasalle, juga sekolah mode Susan Budiharjo turut berkontribusi dalam menghasilkan desainer-desainer berkualitas Indonesia. Selain itu Poppy Dharsono dibantu Harry Dharsono dan Iwan Tirta membentuk Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) pada tahun 1993.
Di tahun 2000-an, fashion Indonesia semakin kaya akan ide dan inspirasi. Tiap desainer memiliki ciri khas masing-masing. Adrian Gan, Obin, Oscar Lawalata, Kiata Kwanda, Sally Koeswanto, Lenny Agustin, Priyo Octaviano, Tri Handoko dan Irsan mewarnai fashion Indonesia dalam Couture dengan pakaian mereka yang bernafaskan seni dan kultur Indonesia.
Kini trend fesyen di Indonesia berkembang sangat pesat walaupun masih terpengaruh oleh fesyen internasional karena busana yang dikenakan memang busana modern, yang awalnya dari Barat. Kini banyak ditemukan event pagelaran busana di hotel - hotel ternama dalam berbagai kesempatan, namun karya yang ditampilkan tidak selalu dari luar, justru datang dari desainer lokal papan atas dengan karya nasional yang tidak kalah mutunya dengan desainer asing. Dengan memanfaatkan sumber daya dalam negeri Indonesia yang kaya budaya di setiap daerahnya.
Kebaya, songket, batik, kain tenun dan endek termasuk kain hasil budaya setiap daerah di Indonesia, kain – kain tersebut dapat dipakai menjadi bahan baku yang tidak kalah dengan bahan-bahan dari luar, kain – kain tersebut adalah kain khas Indonesia. Mengangkat bahan tersebut menjadikan sesuatu yang berbeda dengan fesyen lainnya. Menunjukan kreatifitas fesyen, dengan sesuatu yang berbeda dan dipamerkan, kemudian diperagakan / fashion show di depan pengamat fashion. Arti Fashion Show sendiri adalah sebuah pentas seni peragaan dari perkembangan dunia fashion di Indonesia. Kegiatan ini menghadirkan perkembangan fashion, bisnis, dan pendidikan yang terbaru dari industri fashion dan tekstil khususnya di Indonesia. Kegiatannya meliputi pameran, seminar, dan fashion show. Biasanya pameran fesyen akan memperlihatkan produk garmennya, tekstil dan aksesori yang fashionable dan berkualitas.
Seminar dengan topik yang berhubungan dengan fashion, garmen, dan tekstil menjadi salah satu bagian dari kegiatan yang diminati banyak insan fashion. Peragaan busana para desainer di Indonesia, menampilkan koleksi gaun malam, contemporary outfits, busana muslim dan busana etnik Indonesia. Para desainer yang akan menampilkan hasil rancangannya di dalam acara tertentu mempunyai tujuan  tersendiri yaitu untuk membujuk para insan fashion agar semakin berminat dengan hasil rancangannya itu. Dan selama ini selalu berupaya semakin menunjukan hasil karya mereka yang nantinya bergerak di dalam negeri ataupun luar negeri (internasional).
Perkembangan industri fesyen sekarang ini semakin pesat. Pemerintah memiliki target pada 2020, Indonesia bisa menguasai fesyen muslim dunia dan di 2025 Indonesia menjadi salah satu pusat mode dunia dengan menggerakkan keuatan lokal. Namun, sayangnya masih ada beberapa hal yang mengganjal di antaranya inovasi mode bebasis lokal masih sedikit, pengembangan produk kurang maksimal, branding masih belum dirasa penting. dan kebijakan belum terpadu.(metrotvnews.com,2013)
Peranan Industri Fesyen dalam Pembangunan Ekonomi
            Industri Fesyen merupakan subsektor ekonomi kreatif yang memiliki peranan cukup signifikan dalam perekonomian di berbagai negara. Penelitian yang dilakukan oleh Keane&Velde (2008) di negara berkembang seperti Bangladesh, Kamboja, Pakistan, Srilanka dan Mauritius menunjukkan (1) Industri pakaian adalah kontributor utama pendapatan bagi negara-negara yang dipilih. Kontribusi T & C produksi terhadap PDB berbeda dengan negara, tetapi berkisar dari sekitar 15% di Pakistan menjadi sekitar 5% di Sri Lanka dan 1% di Mauritius. (2) T & C adalah ekspor yang dominan di negara-negara tertentu. Negara-negara berpenghasilan rendah dan berkembang seperti Kamboja, Bangladesh, Pakistan dan Sri Lanka tergantung pada T & C ekspor untuk lebih dari 50% dari total ekspor.
(3) Efek kerja juga signifikan. Kerja di T & C produksi untuk negara-negara berpenghasilan kurang berkembang dan rendah sebagai bagian dari total tenaga kerja di bidang manufaktur berkisar dari 60% di negara-negara maju yang dipilih (misalnya Lesotho, Bangladesh) dan 35% untuk negara-negara berpenghasilan rendah yang dipilih.
            Hasil penelitian yang dilakukan oleh            Abubakar, Richards, Nwanna (2010) di Amerika Serikat juga menunjukkan hasil yang sama bahwa industri fesyen berperan dalam pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat.
Di Indonesia fesyen dan kerajinan merupakan subsektor yang dominan memberikan kontribusi ekonomi, baik dalam nilai tambah, tenaga kerja, jumlah perusahaan, dan ekspor (Republika.co.id,2013). Industri fesyen di Indonesia merupakan salah satu industri menarik, dilihat dari marak bermunculannya desainer-desainer Indonesia yang sudah dikenal di luar negeri, sebut saja seperti Tex Saverio, Raden Roro Liquica Anggareni, Mardiana Ika, Kleting Titis Wigati, dan masih banyak perancang adibusana lainnya. Selain itu, maraknya factory outlet dan distro di Indonesia juga menunjukkan betapa industri fesyen merupakan subsektor yang telah memiliki pondasi yang cukup kuat di Indonesia. Saat ini ada sekitar 1.500 gerai distro yang dikelola anak-anak muda di Indonesia (Depertemen Perindustrian,2009)
Perkembangan dunia mode di Indonesia  berjalan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Menurut data Departemen Perdagangan, industri kreatif pada 2006 menyumbang Rp 104,4 triliun, atau rata-rata berkontribusi 6,28% terhadap PDB nasional periode 2002-2006 (Gambar 1). Sektor yang memberikan kontribusi paling besar nasional adalah fesyen (43,71%).



 







Kontribusi PDB Subsektor Industri Kreatif Tahun 2006
Sumber: Data Departemen Perdagangan RI 2008

Pada tahun 2008 Indonesia mengalami krisis ekonomi sebagai dampak krisis keuangan yang terjadi di Amerika pada 2008. Salah satu imbas krisis tersebut adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan hanya 6,1% pada 2008. Tetapi nilai ekonomi Industri Kreatif, yaitu PDB, Tenaga Kerja dan Ekspor, memiliki trend peningkatanKementerian Perdagangan mencatat bahwa nilai PDB, Tenaga Kerja dan Ekspor ke-14 subsektor mengalami peningkatan dari 2007 ke 2008 (terkecuali ekspor 4 subsektor Industri Kreatif, disebabkan data yang belum tersedia). Subsektor Fesyen memiliki kontribusi ekonomi terbesar terhadap Industri Kreatif dibandingkan subsektor yang lain pada 2007 dan 2008. Terlihat bahwa Subsektor Fesyen tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi yang terjadi pada 2008. Industri fesyen merupakan salah satu contoh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang bergerak di sektor Industri Kreatif. UMKM memiliki ciri-ciri yang tahan terhadap krisis, telah terbukti pada saat krisis finansial tahun 1997-1998 (Pendamping-kumkm.com,2012)

http://www.indonesiakreatif.net/upload/Image/Desember%202011/Untitled3.jpg 









Data Kementrian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa produk feysen memberikan kontribusi yang cukup besar dari sektor industri kreatif dari waktu ke waktu. Tahun 2010, misalnya, menyumbang 72 miliar dollar USA atau 55% dari total ekspor produk industri kreatif. Sektor ini juga menyerap tenaga kerja cukup banyak, mulai dari perancang (sekitar 500 orang saat ini), desainer, dan perupa busana yang tergabung dalam beberapa asosiasi yang fokus pada produk orientasi private, ready to wear, ekspor dan busana muslim
Industri kreatif sendiri juga tumbuh cukup pesat pada tahun 2006-2010, yakni dari sekitar Rp 257 triliun tahun 2006, menjadi Rp 486 triliun tahun 2010 atau memberi kontribusi sebesar 7,7% dari tahun sebelumnya 7,4%. Ekspor sektor industri kreatif juga meningkat dari 85 miliar dollar USA tahun 2006 menjadi 131 miliar dollar USD tahun 2010.
Pertumbuhan sebesar itu tak lepas dari meningkatnya jumlah unit usaha fesyen, dari 1.336.141 unit tahun 2006, menjadi 1.559.993 unit tahun 2010 atau naik 16,59%. Deputi Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementrian Koperasi dan UKM (Kemenkop dan UKM) Neddy Rafinaldy menjelaskan tingkat penyerapan tenaga juga berpengaruh secara signifikan, dari 3.851.494 tahun 2006 menjadi 4.209.920 tahun 2010.(Sukmainspirasi.com,2011)
Sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) selama periode tahun 2007 sampai 2011, nilai ekspor fashion Indonesia terus mengalami peningkatan sebesar 12,4%. Sementara selama periode Januari - Oktober 2012, ekspor fashion mencapai US$ 11,64 miliar, meningkat 1,76% dibanding nilai ekspor periode sebelumnya. (Metrotvnews.com,2013)
Direktur jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kemenperin Euis Saedah mengungkapkan nilai tambah yang dihasilkan subsektor fesyen dan kerajinan berturut-turut sebesar 44,3 persen dan 24,8 persen dari total kontribusi sektor industri kreatif. Sementara penyerapan tenaga kerja sebesar 54,3 persen dan 31,13 persen, dan jumlah usaha sebesar 51,7 persen dan 35,7 persen. Dominasi kedua subsektor tersebut karena populasinya menyebar di seluruh wilayah Indonesia, yang didukung kekayaan budaya etnis di masing-masing daerah (Republika.co.id,2013)
Dari data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa industri fesyen menjadi industri potensial dan unggulan bagi penyumbang PDB Indonesia dan sebagai penyedia lapangan kerja yang potensial sebagai solusi mengatasi jumlah pengangguran di Indonesia. Oleh karena itu subsektor industri fesyen perlu semakin dikembangkan agar potensi indutri ini dapat mencapai tingkat maksimal dalam mendukung pembangunan ekonomi Indonesia.
Hambatan Industri Fesyen di Indonesia
            Walaupun industri fesyen di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun bukan berarti dalam perkembangannya industri ini tidak mengalami hambatan. Hambatan-hambatan inilah yang membuat indutri fesyen tidak dapat berjalan dengan maksimal. Saat ini pemerintah baru menggarap sebagian kecil saja dari industri fesyen yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Seperti yang dikatakan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi bahwa di tengah besarnya permintaan pasar yang tersedia, industri fashion dalam negeri diyakini baru tergarap sekitar 5% saja (infobanknews.com,2013)
            Hambatan-hambatan dalam industri fesyen di Indonesia diantaranya disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
1.     Pilar Sumber Daya Insani (People)
·     Jumlah perancang pakaian, sepatu dan aksesoris masi sedikit
·     Lembaga pendidikan perancang hanya ada di Jakarta dan jumlahnya terbatas
·     Kualitas pekerja produksi masih bermasalah, terutama di daerah-daerah
·     Produktivitas rendah pada mass production
·     Pengusaha kurang memiliki bisnis value
·     Apresiasi pasar terhadap desain fesyen masih rendah, harga dan fungsi masih menjadi pertimbangan utama.
2.     Pilar Industri
·     Daya saing di pasar asing dan domestik pada umumnya masih kurang
·     Muatan lokal kurang tergali sebagai sumber inspirasi untuk meningkatkan daya saing
·     Daya tawar supplier bahan baku lebih besar
·     Daya tawar produsen terhadap jalur distribusi dirasakan lemah
·     Entry Barrier memasuki industri fesyen pada umumnya besar
3.     Pilar Teknologi
·     Mesin-mesin produksi pada mass production menurun produktivitasnya
·     Inovasi dan teknologi bahan baku mentah tekstil bermasalah
·     Teknologi bahan baku mentah kulit perlu perbaikan
4.     Pilar Sumber Daya
·     Bahan baku terkonsentrasi di Jakarta, Bogor dan Bandung
·     Delivery time impor bahan baku lama
·     Bahan baku pendukung industri kulit tergantung pada impor
·     Lokasi bahan baku mengurangi efisiensi
·     Biaya energi yang mahal
5.     Pilar Institusi
·     Impor ilegal dan prosedur impor yang kurang kondusif
·     Otonomi daerah belum optimal mendukung perkembangan industri fesyen
6.     Pilar Lembaga Pembiayaan
·     Belum ditemukan skema pembiayaan yang tepat untuk UKM/IKM fesyen
·     Pembiayaan model bisnis mass production, khususnya investasi mesin yang sudah tua, dan investasi untuk inovasi sangat mendesak kebutuhannya.
(Depdagri,2008)

Strategi Pengembangan Industri Fesyen di Indonesia
            Untuk lebih mengembangkan industri fesyen sebagai industri kreatif unggulan, industri ini harus mendapat penanganan, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk pengembangan industri fesyen di Indonesia, yaitu:
1.   Penggunaan Media Informasi sebagai Sarana Promosi
Media memainkan peran penting dalam meningkatkan status dan citra desainer lokal dan merek baik domestik maupun internasional. Berbagai saluran media seperti internet, program televisi, majalah dan film dapat digunakan untuk meningkatkan citra suatu negara dalam industri fashion (Ng, 2008:30).
Perusahaan swasta dan pemerintah perlu memanfaatkan  media dalam rangka untuk mempromosikan industri fashion lokal. Dengan demikian, industri fesyen akan membaik dan akan bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
2.   Strategi pengembangan Merek
Persaingan merek sudah menjadi bagian utama dari persaingan pasar . Ini tidak hanya berarti untuk meningkatkan ketenaran nama/brand. Perusahaan harus memberkati merek mereka dengan makna budaya yang kaya dan mengembangkan beberapa  strategi merek. Sebagai desainer pakaian terlibat dalam desain mereka , ide penting adalah untuk memberikan keunggulan untuk karakteristik budaya lokal dan budaya nasional. (Xu,2008)


3.   Mengembangkan potensi desainer lokal
Untuk meneruskan generasi berbakat di bidang desain baru dan merek, ketersediaan magang lokal perlu ditingkatkan. Merek saat ini Asia yang sukses perlu melihat pentingnya dalam mengembangkan dan perawatan generasi berikutnya bakat. Daripada harus pergi ke luar  negeri untuk mengembangkan keterampilan yang diperlukan dan pengetahuan untuk menjalankan bisnis fashion yang sukses, bakat lokal akan mendapatkan keuntungan dari keahlian yang tersedia di rumah. Selain itu, pemerintah dan instansi terkait harus membangun program yang memungkinkan perusahaan dan bakat individu untuk mempelajari praktik-praktik terbaik dari luar negeri. Hal ini akan memungkinkan bakat lokal untuk mengembangkan sumber daya yang diperlukan untuk berhasil.(Ng,2008:32)
4.   Meningkatkan intensitas pelaksanaan event-event yang berkaitan dengan indutri fesyen.
5.   Model Pengembangan Industri Fesyen dengan memfokuskan pada komponen pendidikan dan pendampingan usaha
Model pengembangan industri kecil bidang fesyen ini, lebih memfokuskan pada pembahasan komponen pendidikan dan pendampingan usaha.
                       
Komponen pertama adalah pendidikan. Maksud dari adanya pendidikan ini adalah memberikan, meningkatkan kompetensi dasar baik produksi/operasi maupun manajemen usaha dari suatu industri fesyen. Kompetensi produksi fesyen berkaitan dengan kemampuan seseorang orang dalam memproduksi suatu jenis fesyen, hiasan, dan aksesoris. Kompetensi operasi meliputi kemampuan seseorang dalam memproduksi suatu layanan (service) yang berkualitas seperti layanan pengadaan bahan maupun fesyen, hiasan, dan aksesoris, serta layanan distribusi. Kompetensi manajemen usaha ini meliputi kemampuan seseorang dalam mengelola usahanya yang terdiri atas kemampuan dasar, produktivitas, simplifikasi, pelipatgandaan, dan kebebasan (Jerussalem,2011).
6.     Perlu mengintegrasikan program-program pengembangan industri kretif antara kementerian dan lembaga serta dengan program pemerintah daerah sesuai dengan keragaman potensi daerah sesuai dengan keragaman potensi sumber daya dan kondisi masyarakat setempat.
7.     Optimalisasi peran triple helix plus
Faktor terpenting dalam kesuksesan pencapaian kemajuan industri kreatif bidang fashion adalah konsolidasi dan penguatan fungsi dari para pemangku tanggung jawab, dalam hal ini Triple Helix Plus. Pemimpin dan subsektor yang ada dalam industri kreatif bidang fashion harus senantiasa bekerja sama secara kohesif dalam melaksanakan, memonitor, dan melanjutkan rencana aksi yang telah dirancang. Hal penting lainnya adalah untuk selalu fokus terhadap tugas peningkatan keunggulan input dari industri kreatif bidang fashion, menjaga rata-rata tingkat pertumbuhan dan pendapatan pada level yang kompetitif dengan pesaing nasional. Pencapaian tersebut merupakan elemen kunci dalam menjadi industri kreatif yang berdaya saing tinggi.
8.     Strategi Pendekatan Kluster
Proses pengembangan industri kreatif bidang fashion adalah penetapan pendekatan klaster untuk industri kreatif bidang fashion. Pendekatan klaster diperlukan untuk lebih memfokuskan strategi pengembangan industri kreatif bidang fashion. Pendekatan klaster yang ditetapkan berbasis prinsip-prinsip logis, dalam hal ini terdapat 4 (empat) klaster yaitu:
• Sentra daerah/regional pertumbuhan ekonomi
• Penggerak ekonomi lokal
• Infrastruktur ekonomi
• Kolaborasi (Jerussalem, 2009)

PENUTUP
Kesimpulan
1.     Tahun 1950, ialah awal dekade fashion Indonesia dengan kemunculan seorang desainer bernama Peter Sie. Perkembangan industri fesyen sekarang ini semakin pesat. Pemerintah memiliki target pada 2020, Indonesia bisa menguasai fesyen muslim dunia dan di 2025 Indonesia menjadi salah satu pusat mode dunia dengan menggerakkan keuatan lokal. Namun, sayangnya masih ada beberapa hal yang mengganjal di antaranya inovasi mode bebasis lokal masih sedikit, pengembangan produk kurang maksimal, branding masih belum dirasa penting. dan kebijakan belum terpadu.
2.   Industri fesyen menjadi industri potensial dan unggulan bagi penyumbang PDB Indonesia dan sebagai penyedia lapangan kerja yang potensial sebagai solusi mengatasi jumlah pengangguran di Indonesia.
3.   Walaupun industri fesyen di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun bukan berarti dalam perkembangannya industri ini tidak mengalami hambatan. Hambatan-hambatan inilah yang membuat indutri fesyen tidak dapat berjalan dengan maksimal. Hambatan industri fesyen berasal dari pilar sumber daya manusia, teknologi, institusi, lembaga keuangan, dan sumber daya.
4.   Untuk lebih mengembangkan industri fesyen sebagai industri kreatif unggulan, industri ini harus mendapat penanganan, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk pengembangan industri fesyen di Indonesia, yaitu:
a.       Penggunaan Media Informasi sebagai Sarana Promosi
b.       Strategi pengembangan Merek
c.       Mengembangkan potensi desainer lokal
d.       Meningkatkan intensitas pelaksanaan event-event yang berkaitan dengan indutri fesyen.
e.       Model Pengembangan Industri Fesyen dengan memfokuskan pada komponen pendidikan dan pendampingan usaha
f.        Perlu mengintegrasikan program-program pengembangan industri kretif antara kementerian dan lembaga serta dengan program pemerintah daerah sesuai dengan keragaman potensi daerah sesuai dengan keragaman potensi sumber daya dan kondisi masyarakat setempat.
g.       Optimalisasi peran triple helix plus
h.       Strategi Pendekatan Kluster

Saran
            Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukan, maka ada beberapa saran yang diharapkan dapat dijadikan masukan untuk lebih mengembangkan industri fesyen di Indonesia. Adapun saran yang disampaikan yaitu:
1.     Bagi Pemerintah
      Pemerintah perlu meningkatkan promosi industri fesyen di Indonesia
      Pemerintah pusat dan daerah perlu menyusun kebijakan untuk mengintegrasikan antara program pengembangan tenaga kerja dalam industri fesyen dengan sistem pendidikan
      Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan di berbagai daerah dan merevitalisasi balai latihan kerja untuk menambah jumlah desainer di Indonesia
2.     Bagi Pelaksana Industri (Wirausaha)
Seharusnya senantiasa melakukan inovasi-inovasi fesyen sesuai perkembangan zaman dan selalu memperbaiki kualitas produksi fesyen agar mampu bersaing dengan produk-produk asing
3.     Bagi Masyarakat
Untuk mendukung pengembangan industri fesyen sebaiknya masyarakat harus senantiasa menggunakan produk-produk fesyen buatan dalam negeri
4.     Bagi Kalangan Akademisi
Seharusnya senantiasa menyesuaikan kurikulum baik di SMK maupun PT dengan perkembangan kebutuhan pasar dan selalu mendorong lulusannya untuk menjadi wirausahawan-wirausahawan muda yang kreatif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia

DAFTAR RUJUKAN
Abubakar,Richards&Nwanna.2010.Export and The Fashion Industry In USA:Evaluating Likely Impact On The USA Economy.International Business and Research Economic Journal.October 2010,9 (10),35-42.
Aditiasari,Dana.2013. Fashion diproyeksi sumbang pendapatan nasional Rp184 T. Diakses dari http://www.ekbis.sindonews.com tanggal 28 Desember 2013
Arif.2009.Ekonomi Kreatif. Diakses dari http://arifh.blogdetik.com/ekonomi-kreatif/ tanggal 30 Desember 2013
Anonim.2013.   Apindo: Industri Fashion Butuh Perhatian Pemerintah. Diakses dari \ http://www.infobanknews.com/2013/02/apindo-industri-fashion-butuh-perhatian-pemerintah/ tanggal 28 Desember 2013
______.2010. Pelaku UKM Industri Kreatif dan Fashion Sukses Menyerap 15.6 Juta Pekerja. Diakses dari http://www.sukmainspirasi.com tanggal 29 Desember 2013
______.2013.Industri Fashion Indonesia Jadi Sorotan Dunia. Diakses dari http://www.metrotvnews.com/lifestyle/read/2013/02/06/923/128917/Industri-Fashion-Indonesia-Jadi-Sorotan-Dunia tanggal 29 Desember 2013
Departemen Perdagangan Republik Indonesia. 2008. Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025. Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Jakarta.
Departemen Perdagangan Republik Indonesia. 2008. Pengembangan Industri Kreatif Menuju Visi Ekonomi, Kreatif Indonesia 2025. Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Jakarta.

Jerusalem, Muhammad Adam.2009. Perancangan Industri Kreatif Bidang Fashion dengan Pendekatan Benchmarking pada Queensland’s Creative Industry. Disampaikan dalam Seminar Nasional Program Studi Teknik Busana 2009. Diakses dari http://eprints.uny.ac.id/5112/1/Benchmarking.pdf tanggal 29 Desember 2013

_________________________.2011. Model Pengembangan Industri Kecil Bidang Fesyen. Disampaikan dalam Seminar Nasional TIK UNESA 2011. Diakses dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Mohammad%20Adam%20Jerusalem,%20M.T./16.%20Model%20Pengembangan%20Industri%20Bidang%20Fesyen.pdf tanggal 29 Desember 2013

Keane, Jodie&Dirk Willem Velde.2008.The role of textile and clothing industries  in growth and development strategies. Diakses dari http : // www . odi . org . uk /sites/odi.org.uk/files/odi-assets/publications-opinion-files/3361.pdf tanggal 29 Desember 2013

 

Lemhannas. 2012. Pengembangan Ekonomi Kreatif guna Menciptakan Lapangan Kerja dan Mengentaskan Kemiskinan dalam Rangka Ketahanan Nasional. Jurnal Kajian Lemhannas RI.  Edisi 14. Desember 2012 diakses dari http : // www . lemhannas . go . id / portal / images / stories /humas/jurnal/Edisi_14_-_Desember_2012_-_1_-_ekonomi.pdf tanggal 28 Desember


Michele,Ng.2008. Building a Global Asian Fashion Brand. Thesis. Diakses dari http://www.stern.nyu.edu/cons/groups/content/documents/webasset/con_043242.pdf tanggal 29 Desember 2013
Moelyono Mauled.2010. Menggerakkan Ekonomi Kreatif Antara Tuntutan dan Kebutuhan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Samsul.2012. Industri Kreatif Anti Krisis. Diakses dari http://pendamping-kumkm.com/industri-kreatif-ukm-bds/ tanggal 30 Desember 2013
UNCTAD. (2008). Creative economy report 2008. United Nations.

Xu,Jing.2008. A Study on the Development Strategy of China’s Clothing Industry at the After-Quota Age (Versi Elektronik). International Business Research,1 (3), 124-129. Diakses dari http://www.ccsenet.org/journal/index.php/ibr/article/download/975/947 tanggal 29 Desember 2013

Zuraya,Nidia.2013. Fesyen Sumbang 44,3 Persen Pertumbuhan Industri Kreatif. Diakses dari http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/13/06/27/mp1pwf-fesyen-sumbang-443-persen-pertumbuhan-industri-kreatif tanggal 28 Desember 2013




Tidak ada komentar:

Posting Komentar