PENGEMBANGAN
INDUSTRI FESYEN
SEBAGAI INDUSTRI KREATIF UNGGULAN
UNTUK MENDORONG PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA
Riana Isti
Muslikhah
S991302015
Magister
Pendidikan Ekonomi
Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas
Sebelas Maret Surakarta
ABSTRAK
Tujuan
penulisan ini adalah untuk (1) mengetahui perkembangan industri fesyen di
Indonesia, (2) mengetahui peranan
industri fesyen dalam pembangunan ekonomi Indonesia. (3) mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi
industri fesyen di Indonesia. (4) mengetahui strategi yang harus dilakukan
untuk mengembangkan industri fesyen di Indonesia.
Hasil penulisan
artikel ini menunjukkan (1) Tahun 1950, ialah awal dekade fashion Indonesia
dengan kemunculan seorang desainer bernama Peter Sie. Perkembangan industri
fesyen sekarang ini semakin pesat. Pemerintah memiliki target pada 2020,
Indonesia bisa menguasai fesyen muslim dunia dan di 2025 Indonesia menjadi
salah satu pusat mode dunia dengan menggerakkan keuatan lokal. (2) industri
fesyen menjadi industri potensial dan unggulan bagi penyumbang PDB Indonesia
dan sebagai penyedia lapangan kerja yang potensial sebagai solusi mengatasi
jumlah pengangguran di Indonesia. (3)
Indonesia mengalami perkembangan industri fesyen yang cukup pesat, namun bukan berarti dalam
perkembangannya industri ini tidak mengalami hambatan. Hambatan industri fesyen
berasal dari pilar sumber daya manusia, teknologi, institusi, lembaga keuangan,
dan sumber daya. (4) Untuk lebih mengembangkan industri fesyen sebagai industri
kreatif unggulan, industri ini harus mendapat penanganan, ada beberapa strategi
yang dapat dilakukan untuk pengembangan industri fesyen di Indonesia, yaitu: Penggunaan
Media Informasi sebagai Sarana Promosi, Strategi pengembangan Merek,
Mengembangkan potensi desainer lokal, Meningkatkan intensitas pelaksanaan
event-event yang berkaitan dengan indutri fesyen, Model Pengembangan Industri
Fesyen dengan memfokuskan pada komponen pendidikan dan pendampingan usaha,
Perlu mengintegrasikan program-program pengembangan industri kretif antara
kementerian dan lembaga serta dengan program pemerintah daerah sesuai dengan keragaman
potensi daerah sesuai dengan keragaman potensi sumber daya dan kondisi
masyarakat setempat, Optimalisasi peran triple helix plus, Strategi Pendekatan
Kluster.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pada
tahun 1990-an, dimulailah era baru ekonomi dunia yang mengintensifkan informasi
dan kreativitas, era tersebut populer dengan sebutan ekonomi kreatif atau
industri kreatif. Perkembangan industri kreatif menjadi penting karena
merupakan wujud dari upaya mencari pembangunan yang berkelanjutan melalui kreativitas,
yang mana pembangunan berkelanjutan adalah suatu iklim perekonomian yang
berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan.
Di
Indonesia industri kreatif mulai banyak dilirik oleh banyak kalangan karena
sangat menjanjikan untuk jangka waktu yang panjang. Meningkatnya kreativitas
dan inovasi baru yang dikembangkan masyarakat Indonesia, ternyata mendorong
kemunculan industri kreatif di berbagai penjuru nusantara, bahkan secara
sengaja Pemerintah Indonesia mulai mensosialisasikan ekonomi kreatif guna
mengurangi angka pengangguran yang cukup besar di negara kita.
Industri
kreatif dapat didefinisikan sebagai industri yang berasal dari pemanfaatan
kreatifitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan
serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi
dan daya cipta individu tersebut (Sumotarto, 2010). Menurut Simatupang (2007)
pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Perdagangan RI telah menetapkan
14 sektor industri kreatif, yakni 1) Periklanan, 2) Arsitektur, 3) Pasar Barang
Seni, 4) Kerajinan, 5) Desain, 6) Fesyen, 7) Video, Film, dan Fotografi, 8) Permainan Interaktif, 9)
Musik, 10) Seni Pertunjukan, 11) Penerbitan dan Percetakan, 12) Layanan
Komputer dan Piranti Lunak, 13) Televisi dan Radio, serta 14) Riset dan
Pengembangan.
Industri
Fesyen merupakan salah satu industri kreatif yang potensial di Indonesia. produk fashion
merupakan penyumbang terbesar ekspor industri kreatif, dengan total kontribusi
mencapai 61,13 persen dari total ekspor produk kreatif. Hal ini setara dengan 5,96 persen dari nilai ekspor nasional dengan
rata-rata mencapai Rp 53,94 triliun. Selain meningkatkan pendapatan negara, industri ini juga memiliki
nilai positif karena dapat menyerap tenaga kerja dan penyediaan lapangan usaha
nasional, industri fashion mendominasi sektor industri kreatif sebesar 54,32
persen dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 4,13 juta orang, atau 4,22
persen dari tingkat partisipasi penyerapan tenaga kerja nasional (Kompas,2013).
Mari Elka Pangestu mengatakan bahwa pada tahun 2012 industri fesyen menyumbangkan Rp164 triliun dalam
pendapatan nasional, pada tahun 2013, diproyeksikan bisa tumbuh sekitar Rp20
triliun (menjadi Rp184 triliun) (Sindonews,2013).
Industri
fesyen di Indonesia saat ini berkembang dengan sangat pesat. Kondisi tersebut
sejalan dengan semakin berkembangnya kesadaran masyarakat akan fesyen yang
sudah mengarah pada pemenuhan gaya hidup dalam berbusana, sehingga dapat
dikatakan bahwa kebutuhan berbusana pada zaman sekarang tidak hanya untuk
menutupi tubuh, tetapi juga sebagai sarana berkomunikasi dan menunjukkan gaya
hidup dan identitas pemakaianya (Rahmawati, 2013).
Data
Badan Pusat Statistik (BPS) selama periode 2007-2011 menunjukkan tren positif
pada ekspor fesyen Indonesia yang mencapai 12,4%, dengan negara tujuan ekspor
utama Amerika Serikat, Singapura, Jerman, Hong Kong, dan Australia. Selama
periode Januari-November 2012, data ekspor fesyen mencapai US$12,79 miliar atau
meningkat 0,5% ketimbang periode sama di 2011. Pada tahun 2025 diharapkan Indonesia bisa menjadi salah
satu pusat mode dunia. (Kemenperin,2013).
Besarnya
kontribusi industri fesyen terhadap perekonomian Indonesia, mendorong penulis
untuk menulis artikel tentang “PENGEMBANGAN INDUSTRI FESYEN SEBAGAI INDUSTRI KREATIF UNGGULAN UNTUK
MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA.”
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang penulisan di atas, dapat dituliskan rumusan permasalahan artikel
ini adalah:
1.
Bagaimana
perkembangan fesyen di Indonesia?
2.
Bagaimana
peranan industri fesyen dalam pembangunan ekonomi Indonesia?
3.
Apa
hambatan industri fesyen di Indonesia?
4.
Bagaimana
strategi yang harus dilakukan untuk mengembangkan industri fesyen di Indonesia?
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, dapat ditulikan tujuan penulisan artikel ini adalah:
1.
Untuk
mengetahui perkembangan industri fesyen di Indonesia.
2.
Untuk
mengetahui peranan industri fesyen dalam pembangunan ekonomi Indonesia.
3.
Untuk
mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi industri fesyen di Indonesia.
4.
Untuk
mengetahui strategi yang harus dilakukan untuk mengembangkan industri fesyen di
Indonesia.
KAJIAN TEORI
Pengertian Industri Kreatif
Istilah
industri kreatif merupakan istilah lain dari industri budaya. Istilah ini
pertama kali digunakan pada awal tahun 1990-an di Australia, tetapi kembangkan
dengan pesat oleh pemerintah Inggris pada akhir tahun 1990-an. Pemerintah
Inggris secara khusus membentuk Unit dan Penanggung jawab Industri Kreatif di bawah
Departemen Budaya, Media, dan Olah Raga (Primorac, 2006).
Banyak
definisi dari industri kreatif, salah satu definisi yang banyak dikutip adalah
industri yang mempunyai keaslian dalam kreatifitas individual, ketrampilan dan
bakat yang mempunyai potensi untuk mendatangkan pendapatan dan penciptaan
lapangan kerja melalui eksploitasi kekayaan intelektual. Sedangkan menurut
United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), industri kreatif
adalah (UNCTAD, 2008):
· Siklus
kreasi, produksi, dan distribusi dari barang dan jasa yang menggunakan modal kreatifitas
dan intelektual sebagai input utamanya;
· Bagian dari
serangkaian aktivitas berbasis pengetahuan, berfokus pada seni, yang berpotensi
mendatangkan pendapatan dari perdagangan dan hak atas kekayaan intelektual;
· Terdiri dari
produk-produk yang dapat disentuh dan intelektual yang tidak dapat disentuh
atau jasa-jasa artistic dengan muatan kreatif, nilai ekonomis, dan tujuan
pasar;
· Bersifat
lintas sektor antara seni, jasa, dan industri; dan
· Bagian dari
suatu sektor dinamis baru dalam dunia perdagangan.
(Jerusalem,2009)
Klasifikasi industri kreatif yang ditetapkan
oleh tiap negara berbeda-beda. Tidak ada benar dan salah dalam
pengklasifikasian industri kreatif ini. Hal tersebut tergantung dari tujuan
analitik, dan potensi suatu negara. Kementrian
Perdagangan Republik Indonesia mengelompokan industri kreatif menjadi 14
kelompok bidang industri diantaranya: (1) periklanan, (2) arsitektur, (3) pasar
seni dan barang antik, (4) kerajinan, (5) desain, (6) fesyen, (7) vidio, film
dan fotografi, (8) permainan interaktif, (9) musik, (10) seni pertunjukan, (11)
penerbitan dan percetakan, (12) layanan komputer dan piranti lunak (13)
televisi dan radio, (14) riset dan pengembangan (Mauled: 2010).
Pengertian Industri Fesyen
Fesyen adalah kegiatan kreatif yang terkait dengan
kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya,
produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultansi lini produk fesyen, serta
distribusi produk fesyen.
Lapangan usaha yang merupakan bagian dari fesyen
yaitu:
- Industri Pakaian Jadi Rajutan yang mencakup usaha pembuatan pakaian jadi, juga termasuk topi yang dibuat dengan cara dirajut atau renda;
- Industri Rajutan Kaos Kaki yang mencakup usaha pembuatan kaus kaki yang dibuat dengan cara rajut atau renda;
- Industri Barang Jadi Rajutan Lainnya yang mencakup pembuatan barang jadi rajutan, seperti kaus lampu, deker, bando;
- Industri Pakaian Jadi dari Tekstil dan Perlengkapannya yang mencakup usaha pembuatan pakaian jadi tekstil dan perlengkapannya dari kain dengan cara memotong dan menjahit sehingga siap dipakai, seperti kemeja, kebaya, celana, blus, rok, baju bayi, pakaian tari dan pakaian olah raga, topi, dasi, sarung tangan, mukena, selendang, kerudung, ikat pinggang, dan sapu tangan, baik dari kain tenun maupun kain rajut yang dijahit;
- Industri Pakaian Jadi (konveksi) dan Perlengkapan dari Kulit yang mencakup usaha pembuatan pakaian jadi dari kulit atau kulit imitasi dan perlengkapannya, dengan cara memotong dan menjahit sehingga siap pakai seperti jaket, mantel, rompi, celana dan rok, topi, sarung tangan, ikat pinggang;
- Industri Pakaian Jadi/Barang Jadi dari Kulit Berbulu dan atau Aksesoris yang mencakup usaha pembuatan pakaian jadi/barang jadi dari kulit berbulu dan atau perlengkapannya, seperti mantel berbulu;
- Industri Alas Kaki untuk Keperluan Sehari-hari yang mencakup usaha pembuatan alas kaki, keperluan sehari-hari dari kulit dan kulit buatan, karet, kanfas dan kayu, seperti sepatu harian, sapatu santai, sepatu sandal, sandal kelom, dan selop. termasuk juga usaha pembuatan bagian-bagian dari alas kaki tersebut, seperti atasan sol dalam, sol luar, penguat depan, tengah, belakang, lapisan dan aksesoris;
- Industri Sepatu Olah Raga yang mencakup usaha pembuatan sepatu untuk olah raga dari kulit dan kulit buatan, karet dan kanvas; seperti sepatu sepak bola, atletik, senam, joging, balet;
- Industri Sepatu Teknik Lapangan/Keperluan Industri yang mencakup pembuatan sepatu termasuk pembuatan bagian-bagian dari sepatu untuk keperluan teknik lapangan/industri dari kulit, kulit buatan, karet, dan plastik seperti sepatu tahan kimia, tahan panas, sepatu pengaman;
- Industri Alas Kaki Lainnya yang mencakup usaha pembuatan alas kaki dari kulit, kulit buatan, karet, kanvas dan plastik yang belum termasuk golongan manapun, seperti sepatu kesehatan, dan sepatu lainnya seperti sepatu dari gedebog, dan eceng gondok;
- Perdagangan Besar Tekstil, Pakaian Jadi, dan Kulit yang mencakup usaha perdagangan besar hasil industri tekstil dan pakaian jadi ke luar negeri, seperti: macam-macam tekstil, pakaian jadi, kain batik, tali-temali, karpet/permadani dari bahan tekstil, karung, macam-macam hasil rajutan, dan barang jadi lainnya dari tekstil selain pakaian jadi.
- Perdagangan Besar Berbagai Barang-Barang dan Perlengkapan Rumah Tangga Lainnya. Kelompok ini mencakup usaha perdagangan besar berbagai barang-barang dan perlengkapan rumah tangga lainnya yang terkait dengan fesyen seperti: pakaian jadi dari kulit, alas kaki dari kulit.
- Perdagangan Eceran Tekstil yang mencakup usaha perdagangan eceran khusus macam-macam kain batik terbuat dari serat alam, sintetis, maupun campuran, seperti kain tenun dan kain batik;
- Perdagangan Eceran Pakaian Jadi yang mencakup usaha perdagangan eceran khusus macam-macam pakaian jadi, baik terbuat dari tekstil, kulit, maupun kulit batan, seperti kemeja, celana, jas, mantel, jaket piama, kebaya, dan lain-lain;
- Perdagangan Eceran Sepatu, Sandal, dan Alas Kaki lainnya yang mencakup usaha perdagangan eceran khusus macam-macam sepatu, sandal, selop, dan alas kaki lainnya baik terbuat dari kulir, kulit buatan, plastik, karet, kain ataupun kayu, seperti: sepatu laki-laki dewasa, sepatu anak, sepatu olehraga, sepatu sandal, sandal, selop, dan sepatu kesehatan.
- Perdagangan Eceran Tekstil, Pakaian Jadi, Alas Kaki, dan Barang Keperluan Pribadi Lain yang mencakup usaha perdagangan eceran khusus tekstil pakaian jadi, alas kaki dan barang keperluan pribadi lainnya yang belum tercakup dalam kelompok 52321 s/d 52328 seperti taplak meja, separai, kelambu, kain kasur, kain bantal, gorden, kain pel, keset, dan lain-lain.
- Perdagangan Ekspor Tekstil, Pakaian Jadi dan Kulit yang mencakup usaha mengekspor hasil industri tekstil dan pakaian jadi, seperti: macam-macam tekstil, pakaian jadi, kain batik, tali-temali, karpet/permadani dari bahan tekstil, karung, macam-macam hasil perajutan, dan barang jadi lainnya dari tekstil selain pakaian jadi.
- Perdagangan Ekspor berbagai barang-barang dan perlengkapan rumah tangga lainnya yang mencakup usaha mengekspor berbagai barang-barang dan perlengkapan rumah tangga lainnya yang terkait dengan fesyen seperti: pakaian jadi dari kulit, alas kaki dari kulit.
- Jasa Perorangan yang Tidak Diklasifikasikan di Tempat Lainnya, khususnya untuk jasa desainer fesyen dan model fashion. (http://arifh.blogdetik.com/ekonomi-kreatif/)
METODE PENULISAN
Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dimana studi
penelitian didasarkan pada literature study. Ada 4 hal yang menjadi fokus
bahasan adalah perkembangan industri fesyen di Indonesia, peranan industri fesyen
dalam perekonomian Indonesia, hambatan industri fesyen Indonesia dan strategi
pengembangan industri fesyen di Indonesia. Literatur dalam penulisan artikel
ini berasal dari jurnal, Buku Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia,
buku teks yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, dan media massa.
PEMBAHASAN
Perkembangan Industri Fesyen di Indonesia
Tahun
1950, ialah awal dekade fashion Indonesia
dengan kemunculan seorang desainer bernama Peter Sie. Di tahun-tahun pertama
Peter Sie menancapkan fashion
nasional ia mengaku bahwa profesi desainer belum diterima masyarakat termasuk
keluarganya. Hasilnya, ia sempat dikucilkan keluarga. Ia juga tak menganggap
dirinya lebih sukses secara finansial dibanding desainer-desainer masa kini.
Dalam buku Inspirasi Mode Indonesia terbitan Yayasan Buku bangsa dan Gramedia,
ia mengungkapkan dirinya lebih senang disebut pelopor dunia mode. Dan kini ia
disebut-sebut sebagai pelopor profesi perancang busana di Indonesia.
Awalnya
Peter berkonsentrasi membuat busana pria. Busana bergaris A line ala New Look dari Dior lah yang mempengaruhinya untuk
beralih ke busana wanita. Pria yang belajar di Vakschool voor
Kleermakers-Encoupeurs Den Haag Belanda selama 6 tahun sejak 1947 ini tidak
menyerap semua tren busana yang datang dari Eropa. Saat trend gaya ‘mod’ yang
dipelopori oleh Mary Quant dan Ossie Clark mendunia, Peter merasa rok mini
kurang pantas untuk kebanyakan wanita Indonesia. Begitu juga saat tren
‘hippies’ berkembang, trend tersebut tidak pernah menarik hatinya karena
keadaan ekomoni Indonesia saat itu memprihatinkan.
Kehadiran
desainer seperti Peter Sie, mengundang desainer lain seperti Non Kawilarang dan
Elsie Sunarya. Di tahun 1960-an gaya ‘hipster’, ‘mod’, bahkan ‘agogo’ yang
ramai motif dan warna hanya di konsumsi ibu-ibu kalangan atas di Jakarta saja.
Dalam
dunia jurnalisme fashion, majalah
Femina hadir pada tahun 1972. Menurut catatan situsnya, Femina menunjukkan
perhatian besar kepada dunia fashion
sejak edisi keduanya (bulan oktober) melalui sebuah reportase tren mode yang
ditulis oleh Irma Hadisurya. Selain menghadirkan berita fashion dari luar negeri, Femina pun menunjukkan apresiasi terhadap
fashion Indonesia. Karena itu Femina
mengusulkan untuk mengadakan Lomba Perancangan Mode tiap tahun sejak 1979 dan
terus berjalan sampai sekarang. Dari ajang inilah desainer-desainer baru yang
kini namanya tak asing mulai muncul, seperti Samuel
Wattimena, Edward Hutabarat, Chossy Latu, Itang Yunasz, Dandy Burhan, Stephanus
Hamy, Widhi Budimulia, Carmanita, Naniek Rahmat, Taruna Kusmayadi, Tuty Cholid,
Anne Rufaidah, Denny Wirawan, Ferry Sunarto, Sally Koeswanto, Priyo Oktaviano
dan Billy Tjong.
Sementara itu, keterbatasan kesempatan bersekolah fashion atau rancang busana di tanah air
tidak mematahkan semangat mereka yang ingin menjadi desainer. Harry Dharsono,
Poppy Dharsono dan Iwan Tirta mengemban ilmu fashion di luar negeri. Iwan Tirta di mempunyai peran yang besar
dalam menciptakan karakter mode tanah air yang unik dan kaya tanpa mengabaikan
trend mode Eropa, yang mempunyai pengaruh besar pada industri mode di
Indonesia. Kepada pengamat mode Muara Bagdja di buku Inspirasi Mode Indonesia,
ia menekankan pentingnya memberi unsur barat (technical skill) dan timur (budaya) dalam pakaian. Pernyataan Iwan
Tirta beralasan, karena melalui batik yang diolahnya menjadi lebih modern, ia
diakui oleh desainer Amerika dan Eropa.
Harry
Dharsono memperkenalkan High Fashion atau Couture pertama kali di Indonesia pada
tahun 1974. Tak hanya itu, Harry juga berkontribusi dalam mengembangkan
industri tekstil Indonesia yang tadinya hanya memproduksi polyester sampai
akhirnya rumah mode bergengsi seperti Carven, Louis Ferraund, Azzaro de ville
dan Lanvin membeli desain tekstil darinya. Harry Dharsono juga mendirikan Batik
Keris sebagai rasa cintanya pada Indonesia.
Tahun
1990-an ditandai dengan isu globalisasi dan internet. Artinya kemudahan
masyrakat untuk mengakses informasi fashion
dari luar negeri menyebabkan kegandrungan budaya barat yang glamour. Glamouritas ini terasa pada
karya desainer-desainer seperti Sebastian Gunawan, Biyan, Arantxa Adi, Adjie
Notonegoro, dan Eddy Betty yang memiliki karakter kemewahan dengan payet, manik
dan Kristal pada koleksinya. Munculnya sekolah fashion franchise seperti Esmod dan Lasalle, juga sekolah mode
Susan Budiharjo turut berkontribusi dalam menghasilkan desainer-desainer
berkualitas Indonesia. Selain itu Poppy Dharsono dibantu Harry Dharsono dan
Iwan Tirta membentuk Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) pada
tahun 1993.
Di
tahun 2000-an, fashion Indonesia
semakin kaya akan ide dan inspirasi. Tiap desainer memiliki ciri khas
masing-masing. Adrian Gan, Obin, Oscar Lawalata, Kiata Kwanda, Sally Koeswanto,
Lenny Agustin, Priyo Octaviano, Tri Handoko dan Irsan mewarnai fashion Indonesia dalam Couture dengan pakaian mereka yang
bernafaskan seni dan kultur Indonesia.
Kini
trend fesyen di Indonesia berkembang sangat pesat walaupun masih terpengaruh
oleh fesyen internasional karena busana yang dikenakan memang busana modern,
yang awalnya dari Barat. Kini banyak ditemukan event pagelaran busana di hotel
- hotel ternama dalam berbagai kesempatan, namun karya yang ditampilkan tidak
selalu dari luar, justru datang dari desainer lokal papan atas dengan karya nasional
yang tidak kalah mutunya dengan desainer asing. Dengan memanfaatkan sumber daya
dalam negeri Indonesia yang kaya budaya di setiap daerahnya.
Kebaya,
songket, batik, kain tenun dan endek termasuk kain hasil budaya setiap daerah
di Indonesia, kain – kain tersebut dapat dipakai menjadi bahan baku yang tidak
kalah dengan bahan-bahan dari luar, kain – kain tersebut adalah kain khas Indonesia.
Mengangkat bahan tersebut menjadikan sesuatu yang berbeda dengan fesyen lainnya.
Menunjukan kreatifitas fesyen, dengan sesuatu yang berbeda dan dipamerkan,
kemudian diperagakan / fashion show di depan pengamat fashion. Arti Fashion
Show sendiri adalah sebuah pentas seni peragaan dari perkembangan dunia fashion
di Indonesia. Kegiatan ini menghadirkan perkembangan fashion, bisnis, dan pendidikan
yang terbaru dari industri fashion dan tekstil khususnya di Indonesia. Kegiatannya
meliputi pameran, seminar, dan fashion show. Biasanya pameran fesyen akan
memperlihatkan produk garmennya, tekstil dan aksesori yang fashionable
dan berkualitas.
Seminar
dengan topik yang berhubungan dengan fashion, garmen, dan tekstil menjadi salah
satu bagian dari kegiatan yang diminati banyak insan fashion. Peragaan busana
para desainer di Indonesia, menampilkan koleksi gaun malam, contemporary
outfits, busana muslim dan busana etnik Indonesia. Para desainer yang akan
menampilkan hasil rancangannya di dalam acara tertentu mempunyai tujuan tersendiri yaitu untuk membujuk para insan
fashion agar semakin berminat dengan hasil rancangannya itu. Dan selama ini
selalu berupaya semakin menunjukan hasil karya mereka yang nantinya bergerak di
dalam negeri ataupun luar negeri (internasional).
Perkembangan
industri fesyen sekarang ini semakin pesat. Pemerintah memiliki target pada
2020, Indonesia bisa menguasai fesyen muslim dunia dan di 2025 Indonesia
menjadi salah satu pusat mode dunia dengan menggerakkan keuatan lokal. Namun,
sayangnya masih ada beberapa hal yang mengganjal di antaranya inovasi mode
bebasis lokal masih sedikit, pengembangan produk kurang maksimal, branding
masih belum dirasa penting. dan kebijakan belum terpadu.(metrotvnews.com,2013)
Peranan Industri Fesyen dalam Pembangunan Ekonomi
Industri
Fesyen merupakan subsektor ekonomi kreatif yang memiliki peranan cukup
signifikan dalam perekonomian di berbagai negara. Penelitian yang dilakukan
oleh Keane&Velde (2008) di negara berkembang seperti Bangladesh, Kamboja,
Pakistan, Srilanka dan Mauritius menunjukkan (1) Industri pakaian adalah
kontributor utama pendapatan bagi negara-negara yang dipilih. Kontribusi T
& C produksi terhadap PDB berbeda dengan negara, tetapi berkisar dari
sekitar 15% di Pakistan menjadi sekitar 5% di Sri Lanka dan 1% di Mauritius.
(2) T & C adalah ekspor yang dominan di negara-negara tertentu.
Negara-negara berpenghasilan rendah dan berkembang seperti Kamboja, Bangladesh,
Pakistan dan Sri Lanka tergantung pada T & C ekspor untuk lebih dari 50%
dari total ekspor.
(3) Efek kerja juga signifikan. Kerja di T & C produksi untuk negara-negara berpenghasilan kurang berkembang dan rendah sebagai bagian dari total tenaga kerja di bidang manufaktur berkisar dari 60% di negara-negara maju yang dipilih (misalnya Lesotho, Bangladesh) dan 35% untuk negara-negara berpenghasilan rendah yang dipilih.
(3) Efek kerja juga signifikan. Kerja di T & C produksi untuk negara-negara berpenghasilan kurang berkembang dan rendah sebagai bagian dari total tenaga kerja di bidang manufaktur berkisar dari 60% di negara-negara maju yang dipilih (misalnya Lesotho, Bangladesh) dan 35% untuk negara-negara berpenghasilan rendah yang dipilih.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Abubakar, Richards, Nwanna
(2010) di Amerika Serikat juga menunjukkan hasil yang sama bahwa industri
fesyen berperan dalam pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat.
Di
Indonesia fesyen dan kerajinan merupakan subsektor yang dominan memberikan
kontribusi ekonomi, baik dalam nilai tambah, tenaga kerja, jumlah perusahaan,
dan ekspor (Republika.co.id,2013). Industri fesyen di Indonesia merupakan salah
satu industri menarik, dilihat dari marak bermunculannya desainer-desainer Indonesia
yang sudah dikenal di luar negeri, sebut saja seperti Tex Saverio, Raden Roro Liquica
Anggareni, Mardiana Ika, Kleting Titis Wigati, dan masih banyak perancang
adibusana lainnya. Selain itu, maraknya factory outlet dan distro di
Indonesia juga menunjukkan betapa industri fesyen merupakan subsektor yang
telah memiliki pondasi yang cukup kuat di Indonesia. Saat ini ada sekitar 1.500
gerai distro yang dikelola anak-anak muda di Indonesia (Depertemen
Perindustrian,2009)
Perkembangan
dunia mode di Indonesia berjalan pesat
dalam beberapa tahun terakhir. Menurut data Departemen Perdagangan, industri kreatif
pada 2006 menyumbang Rp 104,4 triliun, atau rata-rata berkontribusi 6,28%
terhadap PDB nasional periode 2002-2006 (Gambar 1). Sektor yang memberikan
kontribusi paling besar nasional adalah fesyen (43,71%).
Kontribusi PDB Subsektor Industri Kreatif Tahun 2006
Sumber: Data Departemen Perdagangan RI 2008
Pada
tahun 2008 Indonesia mengalami krisis ekonomi sebagai dampak krisis keuangan
yang terjadi di Amerika pada 2008. Salah satu imbas krisis tersebut adalah
pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan. Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan hanya 6,1%
pada 2008. Tetapi nilai ekonomi Industri Kreatif, yaitu PDB, Tenaga Kerja dan
Ekspor, memiliki trend peningkatanKementerian Perdagangan mencatat bahwa nilai
PDB, Tenaga Kerja dan Ekspor ke-14 subsektor mengalami peningkatan dari 2007 ke
2008 (terkecuali ekspor 4 subsektor Industri Kreatif, disebabkan data yang
belum tersedia). Subsektor Fesyen memiliki kontribusi ekonomi terbesar terhadap
Industri Kreatif dibandingkan subsektor yang lain pada 2007 dan 2008. Terlihat
bahwa Subsektor Fesyen tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi yang terjadi pada
2008. Industri fesyen merupakan salah satu contoh Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) yang bergerak di sektor Industri Kreatif. UMKM memiliki
ciri-ciri yang tahan terhadap krisis, telah terbukti pada saat krisis finansial
tahun 1997-1998 (Pendamping-kumkm.com,2012)
Data
Kementrian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa produk feysen memberikan
kontribusi yang cukup besar dari sektor industri kreatif dari waktu ke waktu. Tahun
2010, misalnya, menyumbang 72 miliar dollar USA atau 55% dari total ekspor
produk industri kreatif. Sektor ini juga menyerap tenaga kerja cukup banyak,
mulai dari perancang (sekitar 500 orang saat ini), desainer, dan perupa busana
yang tergabung dalam beberapa asosiasi yang fokus pada produk orientasi
private, ready to wear, ekspor dan busana muslim
Industri kreatif sendiri juga tumbuh
cukup pesat pada tahun 2006-2010, yakni dari sekitar Rp 257 triliun tahun 2006,
menjadi Rp 486 triliun tahun 2010 atau memberi kontribusi sebesar 7,7% dari
tahun sebelumnya 7,4%. Ekspor sektor industri kreatif juga meningkat dari 85
miliar dollar USA tahun 2006 menjadi 131 miliar dollar USD tahun 2010.
Pertumbuhan sebesar itu tak lepas dari meningkatnya jumlah unit usaha fesyen, dari 1.336.141 unit tahun 2006, menjadi 1.559.993 unit tahun 2010 atau naik 16,59%. Deputi Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementrian Koperasi dan UKM (Kemenkop dan UKM) Neddy Rafinaldy menjelaskan tingkat penyerapan tenaga juga berpengaruh secara signifikan, dari 3.851.494 tahun 2006 menjadi 4.209.920 tahun 2010.(Sukmainspirasi.com,2011)
Pertumbuhan sebesar itu tak lepas dari meningkatnya jumlah unit usaha fesyen, dari 1.336.141 unit tahun 2006, menjadi 1.559.993 unit tahun 2010 atau naik 16,59%. Deputi Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementrian Koperasi dan UKM (Kemenkop dan UKM) Neddy Rafinaldy menjelaskan tingkat penyerapan tenaga juga berpengaruh secara signifikan, dari 3.851.494 tahun 2006 menjadi 4.209.920 tahun 2010.(Sukmainspirasi.com,2011)
Sesuai
data Badan Pusat Statistik (BPS) selama periode tahun 2007 sampai 2011, nilai
ekspor fashion Indonesia terus mengalami peningkatan sebesar 12,4%. Sementara
selama periode Januari - Oktober 2012, ekspor fashion mencapai US$ 11,64
miliar, meningkat 1,76% dibanding nilai ekspor periode sebelumnya.
(Metrotvnews.com,2013)
Direktur
jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kemenperin Euis Saedah mengungkapkan
nilai tambah yang dihasilkan subsektor fesyen dan kerajinan berturut-turut
sebesar 44,3 persen dan 24,8 persen dari total kontribusi sektor industri
kreatif. Sementara penyerapan tenaga kerja sebesar 54,3 persen dan 31,13
persen, dan jumlah usaha sebesar 51,7 persen dan 35,7 persen. Dominasi kedua
subsektor tersebut karena populasinya menyebar di seluruh wilayah Indonesia,
yang didukung kekayaan budaya etnis di masing-masing daerah
(Republika.co.id,2013)
Dari
data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa industri fesyen menjadi industri
potensial dan unggulan bagi penyumbang PDB Indonesia dan sebagai penyedia
lapangan kerja yang potensial sebagai solusi mengatasi jumlah pengangguran di
Indonesia. Oleh karena itu subsektor industri fesyen perlu semakin dikembangkan
agar potensi indutri ini dapat mencapai tingkat maksimal dalam mendukung
pembangunan ekonomi Indonesia.
Hambatan Industri Fesyen di Indonesia
Walaupun
industri fesyen di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun
bukan berarti dalam perkembangannya industri ini tidak mengalami hambatan.
Hambatan-hambatan inilah yang membuat indutri fesyen tidak dapat berjalan
dengan maksimal. Saat ini pemerintah baru menggarap sebagian kecil saja dari industri
fesyen yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Seperti yang dikatakan Ketua
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi bahwa di tengah besarnya
permintaan pasar yang tersedia, industri fashion dalam negeri diyakini baru
tergarap sekitar 5% saja (infobanknews.com,2013)
Hambatan-hambatan dalam industri
fesyen di Indonesia diantaranya disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
1.
Pilar
Sumber Daya Insani (People)
· Jumlah perancang pakaian, sepatu dan aksesoris masi sedikit
· Lembaga pendidikan perancang hanya ada di Jakarta dan jumlahnya
terbatas
· Kualitas pekerja produksi masih bermasalah, terutama di
daerah-daerah
· Produktivitas rendah pada mass production
· Pengusaha kurang memiliki bisnis value
· Apresiasi pasar terhadap desain fesyen masih rendah, harga dan
fungsi masih menjadi pertimbangan utama.
2.
Pilar
Industri
· Daya saing di pasar asing dan domestik pada umumnya masih kurang
· Muatan lokal kurang tergali sebagai sumber inspirasi untuk
meningkatkan daya saing
· Daya tawar supplier bahan baku lebih besar
· Daya tawar produsen terhadap jalur distribusi dirasakan lemah
· Entry Barrier memasuki industri fesyen pada umumnya besar
3.
Pilar
Teknologi
· Mesin-mesin produksi pada mass production menurun produktivitasnya
· Inovasi dan teknologi bahan baku mentah tekstil bermasalah
· Teknologi bahan baku mentah kulit perlu perbaikan
4.
Pilar
Sumber Daya
· Bahan baku terkonsentrasi di Jakarta, Bogor dan Bandung
· Delivery time impor bahan baku lama
· Bahan baku pendukung industri kulit tergantung pada impor
· Lokasi bahan baku mengurangi efisiensi
· Biaya energi yang mahal
5.
Pilar
Institusi
· Impor ilegal dan prosedur impor yang kurang kondusif
· Otonomi daerah belum optimal mendukung perkembangan industri fesyen
6.
Pilar
Lembaga Pembiayaan
· Belum ditemukan skema pembiayaan yang tepat untuk UKM/IKM fesyen
· Pembiayaan model bisnis mass production, khususnya investasi mesin
yang sudah tua, dan investasi untuk inovasi sangat mendesak kebutuhannya.
(Depdagri,2008)
Strategi Pengembangan Industri Fesyen di Indonesia
Untuk lebih mengembangkan industri
fesyen sebagai industri kreatif unggulan, industri ini harus mendapat
penanganan, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk pengembangan
industri fesyen di Indonesia, yaitu:
1.
Penggunaan
Media Informasi sebagai Sarana Promosi
Media memainkan peran penting dalam meningkatkan status dan citra
desainer lokal dan merek baik domestik maupun internasional. Berbagai saluran
media seperti internet, program televisi, majalah dan film dapat digunakan
untuk meningkatkan citra suatu negara dalam industri fashion (Ng, 2008:30).
Perusahaan swasta dan pemerintah perlu memanfaatkan media dalam rangka untuk mempromosikan
industri fashion lokal. Dengan demikian, industri fesyen akan membaik dan akan
bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
2.
Strategi
pengembangan Merek
Persaingan merek sudah menjadi bagian utama dari persaingan pasar .
Ini tidak hanya berarti untuk meningkatkan ketenaran nama/brand. Perusahaan
harus memberkati merek mereka dengan makna budaya yang kaya dan mengembangkan
beberapa strategi merek. Sebagai
desainer pakaian terlibat dalam desain mereka , ide penting adalah untuk
memberikan keunggulan untuk karakteristik budaya lokal dan budaya nasional.
(Xu,2008)
3.
Mengembangkan
potensi desainer lokal
Untuk meneruskan generasi berbakat di bidang desain baru dan merek,
ketersediaan magang lokal perlu ditingkatkan. Merek saat ini Asia yang sukses
perlu melihat pentingnya dalam mengembangkan dan perawatan generasi berikutnya
bakat. Daripada harus pergi ke luar negeri
untuk mengembangkan keterampilan yang diperlukan dan pengetahuan untuk
menjalankan bisnis fashion yang sukses, bakat lokal akan mendapatkan keuntungan
dari keahlian yang tersedia di rumah. Selain itu, pemerintah dan instansi
terkait harus membangun program yang memungkinkan perusahaan dan bakat individu
untuk mempelajari praktik-praktik terbaik dari luar negeri. Hal ini akan
memungkinkan bakat lokal untuk mengembangkan sumber daya yang diperlukan untuk
berhasil.(Ng,2008:32)
4.
Meningkatkan
intensitas pelaksanaan event-event yang berkaitan dengan indutri fesyen.
5.
Model
Pengembangan Industri Fesyen dengan memfokuskan pada komponen pendidikan dan
pendampingan usaha
Model pengembangan industri kecil bidang fesyen ini, lebih
memfokuskan pada pembahasan komponen pendidikan dan pendampingan usaha.
Komponen pertama adalah pendidikan. Maksud dari adanya pendidikan
ini adalah memberikan, meningkatkan kompetensi dasar baik produksi/operasi maupun
manajemen usaha dari suatu industri fesyen. Kompetensi produksi fesyen
berkaitan dengan kemampuan seseorang orang dalam memproduksi suatu jenis
fesyen, hiasan, dan aksesoris. Kompetensi operasi meliputi kemampuan seseorang
dalam memproduksi suatu layanan (service) yang berkualitas seperti
layanan pengadaan bahan maupun fesyen, hiasan, dan aksesoris, serta layanan
distribusi. Kompetensi manajemen usaha ini meliputi kemampuan seseorang dalam
mengelola usahanya yang terdiri atas kemampuan dasar, produktivitas,
simplifikasi, pelipatgandaan, dan kebebasan (Jerussalem,2011).
6.
Perlu
mengintegrasikan program-program pengembangan industri kretif antara
kementerian dan lembaga serta dengan program pemerintah daerah sesuai dengan
keragaman potensi daerah sesuai dengan keragaman potensi sumber daya dan
kondisi masyarakat setempat.
7.
Optimalisasi
peran triple helix plus
Faktor terpenting dalam kesuksesan pencapaian kemajuan industri
kreatif bidang fashion adalah konsolidasi dan penguatan fungsi dari para
pemangku tanggung jawab, dalam hal ini Triple Helix Plus. Pemimpin dan
subsektor yang ada dalam industri kreatif bidang fashion harus senantiasa
bekerja sama secara kohesif dalam melaksanakan, memonitor, dan melanjutkan
rencana aksi yang telah dirancang. Hal penting lainnya adalah untuk selalu
fokus terhadap tugas peningkatan keunggulan input dari industri kreatif bidang
fashion, menjaga rata-rata tingkat pertumbuhan dan pendapatan pada level yang
kompetitif dengan pesaing nasional. Pencapaian tersebut merupakan elemen kunci
dalam menjadi industri kreatif yang berdaya saing tinggi.
8.
Strategi
Pendekatan Kluster
Proses pengembangan industri kreatif bidang fashion adalah
penetapan pendekatan klaster untuk industri kreatif bidang fashion. Pendekatan klaster
diperlukan untuk lebih memfokuskan strategi pengembangan industri kreatif
bidang fashion. Pendekatan klaster yang ditetapkan berbasis prinsip-prinsip logis,
dalam hal ini terdapat 4 (empat) klaster yaitu:
•
Sentra daerah/regional pertumbuhan ekonomi
•
Penggerak ekonomi lokal
•
Infrastruktur ekonomi
•
Kolaborasi (Jerussalem, 2009)
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Tahun
1950, ialah awal dekade fashion Indonesia
dengan kemunculan seorang desainer bernama Peter Sie. Perkembangan industri
fesyen sekarang ini semakin pesat. Pemerintah memiliki target pada 2020,
Indonesia bisa menguasai fesyen muslim dunia dan di 2025 Indonesia menjadi
salah satu pusat mode dunia dengan menggerakkan keuatan lokal. Namun, sayangnya
masih ada beberapa hal yang mengganjal di antaranya inovasi mode bebasis lokal
masih sedikit, pengembangan produk kurang maksimal, branding masih belum dirasa
penting. dan kebijakan belum terpadu.
2.
Industri
fesyen menjadi industri potensial dan unggulan bagi penyumbang PDB Indonesia
dan sebagai penyedia lapangan kerja yang potensial sebagai solusi mengatasi
jumlah pengangguran di Indonesia.
3.
Walaupun
industri fesyen di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun
bukan berarti dalam perkembangannya industri ini tidak mengalami hambatan.
Hambatan-hambatan inilah yang membuat indutri fesyen tidak dapat berjalan
dengan maksimal. Hambatan industri fesyen berasal dari pilar sumber daya
manusia, teknologi, institusi, lembaga keuangan, dan sumber daya.
4.
Untuk
lebih mengembangkan industri fesyen sebagai industri kreatif unggulan, industri
ini harus mendapat penanganan, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk
pengembangan industri fesyen di Indonesia, yaitu:
a.
Penggunaan
Media Informasi sebagai Sarana Promosi
b.
Strategi
pengembangan Merek
c.
Mengembangkan
potensi desainer lokal
d.
Meningkatkan
intensitas pelaksanaan event-event yang berkaitan dengan indutri fesyen.
e.
Model
Pengembangan Industri Fesyen dengan memfokuskan pada komponen pendidikan dan
pendampingan usaha
f.
Perlu
mengintegrasikan program-program pengembangan industri kretif antara
kementerian dan lembaga serta dengan program pemerintah daerah sesuai dengan
keragaman potensi daerah sesuai dengan keragaman potensi sumber daya dan
kondisi masyarakat setempat.
g.
Optimalisasi
peran triple helix plus
h.
Strategi
Pendekatan Kluster
Saran
Berdasarkan
kesimpulan yang telah dikemukan, maka ada beberapa saran yang diharapkan dapat
dijadikan masukan untuk lebih mengembangkan industri fesyen di Indonesia.
Adapun saran yang disampaikan yaitu:
1.
Bagi
Pemerintah
• Pemerintah perlu meningkatkan promosi industri fesyen di Indonesia
• Pemerintah pusat dan daerah perlu menyusun kebijakan untuk
mengintegrasikan antara program pengembangan tenaga kerja dalam industri fesyen
dengan sistem pendidikan
• Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan di berbagai daerah dan
merevitalisasi balai latihan kerja untuk menambah jumlah desainer di Indonesia
2.
Bagi
Pelaksana Industri (Wirausaha)
Seharusnya senantiasa melakukan inovasi-inovasi fesyen sesuai
perkembangan zaman dan selalu memperbaiki kualitas produksi fesyen agar mampu
bersaing dengan produk-produk asing
3.
Bagi
Masyarakat
Untuk mendukung pengembangan industri fesyen sebaiknya masyarakat
harus senantiasa menggunakan produk-produk fesyen buatan dalam negeri
4.
Bagi
Kalangan Akademisi
Seharusnya senantiasa menyesuaikan kurikulum baik di SMK maupun PT
dengan perkembangan kebutuhan pasar dan selalu mendorong lulusannya untuk
menjadi wirausahawan-wirausahawan muda yang kreatif untuk mendukung pertumbuhan
ekonomi Indonesia
DAFTAR RUJUKAN
Abubakar,Richards&Nwanna.2010.Export and The Fashion
Industry In USA:Evaluating Likely Impact On The USA Economy.International
Business and Research Economic Journal.October 2010,9 (10),35-42.
Aditiasari,Dana.2013. Fashion diproyeksi sumbang pendapatan nasional Rp184 T. Diakses
dari http://www.ekbis.sindonews.com
tanggal 28 Desember 2013
Arif.2009.Ekonomi Kreatif. Diakses dari http://arifh.blogdetik.com/ekonomi-kreatif/ tanggal
30 Desember 2013
Anonim.2013. Apindo:
Industri Fashion Butuh Perhatian Pemerintah. Diakses dari \ http://www.infobanknews.com/2013/02/apindo-industri-fashion-butuh-perhatian-pemerintah/
tanggal 28 Desember 2013
______.2010. Pelaku UKM Industri Kreatif dan Fashion Sukses Menyerap 15.6 Juta
Pekerja. Diakses dari http://www.sukmainspirasi.com
tanggal 29 Desember 2013
______.2013.Industri Fashion Indonesia Jadi Sorotan Dunia.
Diakses dari http://www.metrotvnews.com/lifestyle/read/2013/02/06/923/128917/Industri-Fashion-Indonesia-Jadi-Sorotan-Dunia
tanggal 29 Desember 2013
Departemen Perdagangan
Republik Indonesia. 2008. Pengembangan
Ekonomi Kreatif Indonesia 2025. Departemen Perdagangan Republik Indonesia.
Jakarta.
Departemen Perdagangan
Republik Indonesia. 2008. Pengembangan
Industri Kreatif Menuju Visi Ekonomi, Kreatif Indonesia 2025. Departemen
Perdagangan Republik Indonesia. Jakarta.
Jerusalem, Muhammad Adam.2009. Perancangan Industri Kreatif Bidang Fashion dengan Pendekatan Benchmarking pada Queensland’s Creative Industry.
Disampaikan dalam Seminar Nasional Program Studi Teknik Busana 2009. Diakses
dari http://eprints.uny.ac.id/5112/1/Benchmarking.pdf
tanggal 29 Desember 2013
_________________________.2011.
Model Pengembangan Industri Kecil Bidang Fesyen. Disampaikan dalam
Seminar Nasional TIK UNESA 2011. Diakses dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Mohammad%20Adam%20Jerusalem,%20M.T./16.%20Model%20Pengembangan%20Industri%20Bidang%20Fesyen.pdf
tanggal 29 Desember 2013
Keane, Jodie&Dirk Willem Velde.2008.The role of textile and clothing industries in growth and development strategies. Diakses dari http : // www . odi . org . uk /sites/odi.org.uk/files/odi-assets/publications-opinion-files/3361.pdf tanggal 29 Desember 2013
Lemhannas. 2012. Pengembangan Ekonomi Kreatif guna Menciptakan Lapangan Kerja dan Mengentaskan Kemiskinan dalam Rangka Ketahanan Nasional. Jurnal Kajian Lemhannas RI. Edisi 14. Desember 2012 diakses dari http : // www . lemhannas . go . id / portal / images / stories /humas/jurnal/Edisi_14_-_Desember_2012_-_1_-_ekonomi.pdf tanggal 28 Desember
Michele,Ng.2008. Building a Global
Asian Fashion Brand. Thesis. Diakses
dari http://www.stern.nyu.edu/cons/groups/content/documents/webasset/con_043242.pdf tanggal 29 Desember
2013
Moelyono Mauled.2010. Menggerakkan Ekonomi Kreatif Antara
Tuntutan dan Kebutuhan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Samsul.2012. Industri Kreatif Anti Krisis. Diakses dari http://pendamping-kumkm.com/industri-kreatif-ukm-bds/ tanggal 30 Desember 2013
UNCTAD. (2008).
Creative economy report 2008. United Nations.
Xu,Jing.2008. A Study on the
Development Strategy of China’s Clothing Industry at the After-Quota Age (Versi Elektronik). International
Business Research,1 (3), 124-129. Diakses dari http://www.ccsenet.org/journal/index.php/ibr/article/download/975/947 tanggal 29 Desember 2013
Zuraya,Nidia.2013. Fesyen Sumbang 44,3 Persen
Pertumbuhan Industri Kreatif. Diakses dari http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/13/06/27/mp1pwf-fesyen-sumbang-443-persen-pertumbuhan-industri-kreatif tanggal 28 Desember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar